Langsung ke konten utama

Postingan

Postingan terbaru

Senja di Pinggir Sungai Bambu: Renungan Tauhid dan Makna Hidup

Senja di Pinggir Sungai Bambu: Renungan Tauhid dan Makna Hidup Sore hari perlahan menyambut senja. Cahaya matahari meredup, meninggalkan jejak keemasan di atas aliran sungai yang tenang. Di sekelilingnya, pohon-pohon bambu bergoyang lembut ditiup angin. Suara gemerisik dedaunan berpadu dengan gemericik air, menciptakan harmoni alam yang damai. Di tengah keheningan itu, aku duduk bersila di atas batu besar yang hangat tersinari matahari sore, memanggang ikan hasil pancingan siang tadi. Aromanya sederhana, tapi begitu menenangkan. Dalam suasana itu, hati ini pelan-pelan berbicara. Alam menjadi cermin yang memantulkan banyak pelajaran. Bambu yang tumbuh menjulang mengajarkanku tentang keikhlasan : ia tumbuh lurus ke langit, tidak pernah meminta pujian, tidak butuh pengakuan. Sungai yang mengalir tanpa henti mengajarkan ketekunan: meski seringkali tidak diperhatikan, ia tetap memberi kehidupan. Dan ikan yang kini kupanggang mengajarkan tentang rezeki: ia datang bukan hanya karena kailku, t...

Bercerita Adalah Salah Satu Ungkapan Syukur

Bercerita Adalah Salah Satu Ungkapan Syukur Sore itu, langit menua dalam semburat jingga yang lembut. Angin berdesir pelan menyusuri celah-celah batang bambu yang menjulang, mengeluarkan suara lirih yang menyerupai bisikan dzikir alam. Di tengah kebun bambu yang sepi, jauh dari riuh kota dan hiruk dunia, aku duduk bersila di atas tikar pandan yang mulai usang, ditemani secangkir teh hangat dan sunyi yang menenangkan. Di tempat inilah, aku sering mengasingkan diri. Bukan karena membenci keramaian, tetapi karena ingin mendengar suara yang lebih dalam; suara dari dalam diri, dan mungkin, suara-Nya. Dan sore ini, seperti sore-sore yang lalu, aku kembali membuka ruang dalam hati untuk satu hal sederhana: bercerita. Bercerita, bagiku, bukan sekadar menyusun kisah. Ia adalah cara hati menyampaikan rasa syukur atas segala yang telah Allah izinkan terjadi dalam hidup ini. Dalam suasana sunyi yang hanya ditemani rintik cahaya matahari sore yang menyelinap di antara dedaunan bambu, aku merasa bet...

Memahami Diri Dalam Cintanya

Memahami Diri dalam Cinta-Nya: Satu Jalan Mengenal-Nya Ada perjalanan yang tidak memerlukan kaki, tidak juga kendaraan. Perjalanan itu tidak terlihat, tapi sangat menentukan arah hidup: itulah perjalanan ke dalam diri sendiri. Seringkali kita sibuk mengurus hal-hal di luar diri, mencari pengakuan, mengejar pencapaian, berharap kepada manusia, dan takut kehilangan dunia. Tapi jarang kita menyempatkan diri untuk duduk diam, menoleh ke dalam, dan benar-benar bertanya:  Siapa aku sebenarnya? Apa yang sedang aku cari? Mengapa aku merasa kosong meski terlihat penuh? Dalam ajaran tasawuf, manusia diajak untuk menyadari bahwa kehidupan ini bukan sekadar tentang dunia yang tampak. Di balik tubuh dan pikiran, ada ruh yang membawa cahaya Ilahi. Namun cahaya itu tak akan bersinar selama diri kita dipenuhi kabut kesombongan, kecemasan, dan hasrat yang tak pernah cukup. Memahami diri sendiri bukan berarti mencari semua jawaban dalam sekejap. Tapi itu adalah proses mengenali lapisan demi ...

Sabarlah, Jangan Campuri Urusan Tuhan

Sabarlah, Jangan Campuri Urusan Tuhan (Renungan sederhana untuk hati yang sedang lelah) Aku tahu, tak mudah untuk tetap sabar ketika semua terasa berat. Tak mudah untuk diam dan percaya, saat doa-doamu terasa menggantung di langit, tak kunjung turun sebagai jawaban. Kau sudah menunggu, berharap, bahkan menangis dalam sepertiga malam, tapi yang datang justru ujian yang lebih besar, luka yang makin dalam, dan sunyi yang lebih pekat. Lalu dalam lirih batinmu, timbul tanya, “Ya Allah… di mana Engkau? Mengapa Kau diam?” Saat itulah, suara halus dari dalam jiwa menyapa, bukan dengan marah, tapi dengan kelembutan penuh cinta: “Sabarlah… jangan campuri urusan Tuhan.” Sebab seringkali, tanpa sadar, kita ingin menjadi sutradara atas hidup kita sendiri. Kita ingin jalan cerita sesuai naskah yang kita tulis, lupa bahwa kehidupan ini milik Tuhan, dan kita hanyalah hamba yang sedang menjalani peran. Kita ingin segera dipulihkan, padahal bisa jadi luka itu masih perlu waktu untuk menjadi cahaya. Kita...

Berbicara Apa Adanya dengan Hati yang Tulus dan Jujur

Berbicara Apa Adanya dengan Hati yang Tulus dan Jujur: Renungan Esensial dari Jalan Tasawuf Dalam kehidupan yang terus bergerak cepat ini, tidak mudah bagi seseorang untuk benar-benar berbicara apa adanya. Kita sering kali terdorong untuk berbicara sesuai keadaan, menyesuaikan dengan siapa kita berbicara, atau bahkan menyembunyikan sebagian kebenaran agar terlihat baik di mata orang lain. Namun, dalam pandangan tasawuf, kejujuran bukan sekadar berkata yang benar, tapi lebih dalam lagi—ia adalah cerminan dari keadaan hati yang telah dibersihkan dari kepentingan diri. Tasawuf mengajarkan bahwa ucapan seseorang adalah buah dari pohon hatinya. Jika hatinya bersih, maka ucapannya pun akan jernih. Jika hatinya gelisah, maka kata-katanya pun akan terbawa arus kepalsuan dan dorongan ego. Karena itu, para sufi memulai setiap perjalanan spiritual mereka bukan dari lisan, tapi dari hati—membersihkan niat, merendahkan diri, dan menundukkan keinginan duniawi. Berbicara apa adanya berarti tidak m...