Langsung ke konten utama

Sabarlah, Jangan Campuri Urusan Tuhan

Lalu Wiramaharja

Sabarlah, Jangan Campuri Urusan Tuhan

(Renungan sederhana untuk hati yang sedang lelah)


Aku tahu, tak mudah untuk tetap sabar ketika semua terasa berat. Tak mudah untuk diam dan percaya, saat doa-doamu terasa menggantung di langit, tak kunjung turun sebagai jawaban. Kau sudah menunggu, berharap, bahkan menangis dalam sepertiga malam, tapi yang datang justru ujian yang lebih besar, luka yang makin dalam, dan sunyi yang lebih pekat. Lalu dalam lirih batinmu, timbul tanya, “Ya Allah… di mana Engkau? Mengapa Kau diam?”

Saat itulah, suara halus dari dalam jiwa menyapa, bukan dengan marah, tapi dengan kelembutan penuh cinta: “Sabarlah… jangan campuri urusan Tuhan.”
Sebab seringkali, tanpa sadar, kita ingin menjadi sutradara atas hidup kita sendiri.
Kita ingin jalan cerita sesuai naskah yang kita tulis, lupa bahwa kehidupan ini milik Tuhan,
dan kita hanyalah hamba yang sedang menjalani peran.

Kita ingin segera dipulihkan, padahal bisa jadi luka itu masih perlu waktu untuk menjadi cahaya. Kita ingin segera mendapat jawaban,
padahal bisa jadi Tuhan sedang memperhalus isi hati kita sebelum memberi. Kita ingin jalan pintas, padahal Tuhan tahu bahwa yang kita butuhkan adalah proses panjang agar jiwa ini matang.

Dalam tasawuf, para kekasih Tuhan mengajarkan bahwa sabar bukan sekadar menahan perih, tetapi sebuah bentuk kepasrahan yang dalam; menyerahkan diri sepenuhnya kepada kehendak-Nya, tanpa mengatur, tanpa menyangka buruk, tanpa tergesa.

Sabar itu seperti duduk di pinggir sungai dengan tenang, sambil percaya bahwa air yang kau tunggu akan datang juga padamu. Bukan karena kau memaksanya, tapi karena kau tahu: semua sudah diatur oleh Tuhan, tepat pada waktunya.

Jangan campuri urusan Tuhan. Bukan karena kau tak boleh berdoa atau berharap, tapi karena ada batas antara ikhtiar seorang hamba dan kehendak mutlak Sang Pengatur Segalanya.

Bukankah bumi saja tidak pernah memaksa matahari terbit lebih cepat? Bukankah malam tak pernah memarahi pagi yang datang terlambat? Semua tenang, semua sabar, semua percaya pada waktu yang telah ditetapkan.

Dan begitulah seharusnya kita. Belajar menerima, belajar diam, belajar tunduk. Sebab dalam diam yang pasrah itu, ada kedamaian yang tak bisa dibeli oleh dunia mana pun.

Jadi, bila hari ini kamu merasa lelah, bila langkahmu terasa berat, bila hatimu dipenuhi tanya dan harapan yang belum terjawab, ingatlah pesan ini baik-baik: Sabarlah, jangan campuri urusan Tuhan. Biarkan Dia menulis takdirmu dengan tangan kasih-Nya.
Tugasmu hanya percaya… dan tetap berjalan.

Sebab meski tak terlihat, Tuhan selalu bekerja. Dalam senyap Ia menyusun setiap detail hidupmu dengan hikmah yang tak mampu dijangkau akal. Ia mengatur pertemuan dan perpisahan, tawa dan air mata, jalan lurus dan jalan berliku, semua dalam satu rangkaian skenario agung yang pada akhirnya akan kau pahami: bahwa tak ada yang sia-sia, dan tak ada yang salah tempat.

Terkadang, yang terasa sebagai keterlambatan, sejatinya adalah perlindungan. Doa yang belum dijawab, bisa jadi adalah rahmat, karena jawaban saat itu justru akan melukaimu. Cinta yang tak jadi kau peluk, pekerjaan yang tak jadi kau raih, impian yang tertunda—mungkin itulah cara Tuhan menjagamu dari sesuatu yang belum pantas untukmu, atau yang bisa membuatmu terjatuh lebih dalam. Kita tak pernah tahu.

Lalu mengapa harus memaksa? Mengapa harus gelisah? Bukankah yang perlu kita lakukan hanyalah memperbaiki ikhtiar dan memperdalam keimanan? Sungguh, hati yang yakin kepada Tuhan adalah hati yang paling tenang, meski dunia di sekelilingnya sedang berguncang hebat.

Saat seseorang berjalan dalam sabar dan yakin, ia seperti sedang memegang tangan Tuhan dalam gelap. Ia tak bisa melihat jalannya, tapi ia tahu bahwa ia sedang dipandu. Ia tak tahu ujungnya di mana, tapi ia percaya bahwa langkahnya tak akan sia-sia. Bukankah itu cukup?

Kita memang sering lupa, bahwa tidak semua hal harus kita pahami saat ini juga. Ada yang hanya bisa dimengerti setelah melewati waktu. Seperti biji yang tampak diam dalam tanah, tapi ternyata sedang bertumbuh. Seperti hujan yang terasa mengganggu, tapi ternyata menyuburkan. Dan seperti luka, yang meski menyakitkan, tapi sedang membuka jalan bagi jiwa yang lebih tangguh.

Maka bersabarlah. Teruskan perjalananmu, meski perlahan. Tak perlu terburu-buru menuntut hasil. Tugas kita adalah merawat harapan, bukan mengatur hasil. Tuhan tak butuh dikendalikan, Ia hanya butuh dipercaya. Dan ketika kepercayaan itu tumbuh utuh di hatimu, maka kau akan merasakan bahwa semua baik-baik saja, bahkan di tengah keadaan yang tidak baik-baik saja.

Bukan berarti kau tak boleh menangis, atau merasa kecewa. Itu semua bagian dari kemanusiaanmu. Tapi setelah air mata itu reda, biarkan hatimu kembali tegak berdiri. Katakan pada dirimu sendiri: “Tuhanku tidak tidur. Ia melihatku, Ia tahu aku berusaha, dan Ia sedang memeliharaku.”

Kadang, bentuk penjagaan Tuhan adalah dengan tidak mengabulkan keinginanmu. Kadang, bentuk cinta-Nya adalah dengan memisahkanmu dari sesuatu yang sangat kau cintai. Kadang, bentuk rahmat-Nya adalah dengan memberimu sakit, agar kau kembali pulang kepada-Nya, agar kau kembali mengenali siapa dirimu sebagai hamba.

Dan saat kau mulai mampu menerima itu semua, akan kau sadari bahwa sabar bukanlah beban. Ia justru cahaya. Ia bukan tanda kelemahan, tapi bukti kekuatan. Sebab hanya jiwa yang kokoh yang mampu bersabar di tengah badai, dan tetap bersyukur dalam kekurangan.

Sabar adalah seni menunggu, bukan dengan keluh kesah, tapi dengan kepercayaan bahwa semua sedang disiapkan dengan rapi. Seperti seseorang yang menanti kekasihnya di stasiun, ia tahu waktu pertemuan itu pasti datang. Ia duduk tenang, menatap jam, bukan dengan resah, tapi dengan senyum yang dalam.

Begitu pula dengan hidupmu. Mungkin saat ini kamu sedang menunggu jawaban atas doa-doamu. Menunggu kejelasan atas sebuah hubungan. Menunggu kabar baik dari ujian yang panjang. Menunggu pelukan dari takdir yang kau harapkan. Jangan bosan. Jangan menyerah. Karena bisa jadi esok adalah hari di mana semuanya berubah.

Dan jika pun tidak berubah, maka hatimu yang akan menjadi lebih kuat, lebih lapang, dan lebih indah dalam memaknai hidup. Bukankah itu juga sebuah kemenangan?

Sebab yang terpenting bukan hanya apa yang kita peroleh, tapi siapa kita setelah semua itu berlalu. Jika sabar bisa membuatmu menjadi manusia yang lebih lembut, lebih penyayang, lebih dekat dengan Tuhan, maka sabar itu bukan kerugian. Ia adalah bentuk tertinggi dari keberhasilan batin.

Jadi, peluklah sabarmu. Jangan lagi kau lawan kenyataan. Jangan kau bandingkan hidupmu dengan hidup orang lain. Jangan kau paksa takdir untuk segera tunduk pada inginmu. Cukup percaya… dan tetap berjalan.

Karena Tuhanmu tahu jalan terbaik. Ia tidak butuh dijelaskan. Ia hanya butuh diimani.

Dan dalam iman itulah, kau akan menemukan kedamaian yang tak bisa dirusak oleh keadaan. Kedamaian yang akan menolongmu berdiri tegak, bahkan ketika dunia membungkukkanmu. Kedamaian yang akan membuatmu tetap tersenyum, meski air mata masih mengalir di pipi.

Sabar bukan diam karena kalah, tapi diam karena percaya. Dan kepercayaan itulah yang akan menuntunmu menuju jawaban yang paling indah. Bukan karena kau memintanya terlalu keras, tapi karena Tuhan melihat hatimu yang tetap setia, meski keadaan berkali-kali membuatmu hampir putus asa.

Biarlah waktu menjadi milik Tuhan. Biarlah jawaban datang pada saat yang paling tepat. Tugasmu bukan menebak masa depan, tapi menjaga iman hari ini. Dan yakinlah, ketika waktunya tiba, semua akan datang bukan sekadar sebagai jawaban, tapi sebagai pelukan hangat dari langit. Hadiah atas kesabaranmu.

Dan ketika itu terjadi, kau akan tersenyum, lalu menengadah ke langit dan berkata, “Ternyata benar… aku hanya perlu percaya… dan tetap berjalan.”

Postingan populer dari blog ini

Belajar Menerima dan Memahami Keadaan

Belajar Menerima dan Memahami Keadaan Dalam kehidupan, kita tidak selalu berjalan di jalan yang mulus. Terkadang, apa yang kita rencanakan jauh dari kenyataan. Kita berharap sesuatu terjadi, tapi justru yang datang sebaliknya. Kita berusaha keras, namun hasilnya tidak seperti yang diinginkan. Lalu, apa yang bisa kita lakukan? Jawabannya adalah belajar menerima dan memahami keadaan. Dalam pandangan tasawuf , hidup bukan sekadar tentang mencapai sesuatu, tapi lebih dalam dari itu: tentang menyadari bahwa semua yang terjadi adalah bagian dari takdir Allah. Menerima bukan berarti menyerah. Menerima adalah bentuk tertinggi dari keikhlasan, yaitu saat hati kita pasrah tanpa kehilangan semangat. Ini adalah latihan jiwa, bagaimana kita bisa tetap tenang meski badai datang silih berganti. Ketika kita belajar menerima, kita tidak sedang melemahkan diri. Justru di situlah kekuatan sejati muncul. Kita berhenti memaksakan apa yang tidak bisa dikendalikan, dan mulai berserah pada Sang Pengen...

Memahami Diri Dalam Cintanya

Memahami Diri dalam Cinta-Nya: Satu Jalan Mengenal-Nya Ada perjalanan yang tidak memerlukan kaki, tidak juga kendaraan. Perjalanan itu tidak terlihat, tapi sangat menentukan arah hidup: itulah perjalanan ke dalam diri sendiri. Seringkali kita sibuk mengurus hal-hal di luar diri, mencari pengakuan, mengejar pencapaian, berharap kepada manusia, dan takut kehilangan dunia. Tapi jarang kita menyempatkan diri untuk duduk diam, menoleh ke dalam, dan benar-benar bertanya:  Siapa aku sebenarnya? Apa yang sedang aku cari? Mengapa aku merasa kosong meski terlihat penuh? Dalam ajaran tasawuf, manusia diajak untuk menyadari bahwa kehidupan ini bukan sekadar tentang dunia yang tampak. Di balik tubuh dan pikiran, ada ruh yang membawa cahaya Ilahi. Namun cahaya itu tak akan bersinar selama diri kita dipenuhi kabut kesombongan, kecemasan, dan hasrat yang tak pernah cukup. Memahami diri sendiri bukan berarti mencari semua jawaban dalam sekejap. Tapi itu adalah proses mengenali lapisan demi ...